SURYAMALANG.COM.CO, SURABAYA - Rumah keluarga Dita Supriyanto di Perumahan Wisma Indah di Jalan Wonorejo Asri XI Blok K/22, Surabaya terlihat sepi, Senin (14/5/2018).
Rumah pelaku teror di tiga gereja Surabaya ini sempat dipadati polisi dan pihak lain, Minggu (13/5/2018) malam.
Saat SURYAMALANG.COM datang ke rumah itu pagi tadi, hanya ada dua petugas bersenjata lengkap yang sedang berjaga.
Petugas itu mengatakan belum ada aktivitas apapun di rumah tersebut.
Garis polisi masih terpasang di gerbang rumah.
“Saya baru jaga pagi tadi. Belum ada apa-apa,” kata seorang petugas.
Banyak warga datang untuk melihat kondisi rumah tersebut.
Rumah Dita tergolong cukup elite.
Rumahnya lebar berpagar.
Namun, rumah itu cenderung tidak terawat dibandingkan rumah lain.
Beberapa unit dan motor terparkir tidak beraturan.
Temboknya sudah menjamur dan terkikis.
“Kalau beli sekarang, rumah itu sekitar Rp 1,5 miliar,” kata Khorihan, Ketua RT 2/RW 3 Wonorejo.
Menurutnya, Dita dan keluarganya tinggal di rumah itu sejak 2012.
Keluarga itu pindah dari Tembok Dukuh, Surabaya.
“Seingat saya, mereka baru tiga tahun tinggal di sini,” kata Yuki, warga yang rumahnya bersebelahan dengan rumah Dita.
Sementara itu, Ketua Sub RT 2/RW 3 Wonorejo, Adi, mengatakan Dita dan keluarganya tinggal di rumah itu sejak 2010.
Adi dan Yuki tidak paham pasti karena Dita jarang sosialisasi dengan warga setempat.
“Kalau anaknya yang kecil main di depan rumah dan didatangi anak saya, dia selalu langsung masuk,” ungkap Yuki.
Khorihan mengungkapkan Dita dan keluarga tergolong orang dengan penghasilan cukup.
Keluarga ini punya usaha pembuatan minyak kemiri, minyak jinten, dan berbagai jenis minyak serupa lain.
Usaha itu dijalankan di dalam rumah.
Sepengetahuan Khorihan, banyak orang keturunan Tiongkok yang datang ke rumahnya untuk sekadar mengambil minyak produksi Dita.
“Paling beberapa jeriken dalam sekali produksi,” ujar Khorihan.
“Pertama kali ke sini, dia minta surat domisili untuk mengurus SIUP.”
“Terus saya tanya, usahanya apa? Katanya bikin minyak-minyak itu,” tambahnya.
Dibandingkan warga lain, Khorihan lebih akrab dengan Dita.
Sebab, mereka sering salat berjemaah di musala setempat.
Menurut Khorihan, Dita dan dua anak laki-lakinya hampir ke musala setiap salat.
Tapi mereka jarang mengobrol banyak, kecuali hanya saling melempar senyum.
Tak ada yang mencolok dari penampilan Dita dan istrinya, Puji Kuswati.
Dita tak pernah menunjukkan penampilan yang terlalu berlebihan.
“Dia tidak pernah pakai kopiah. Tidak pernah pakai sarung. Ya seperti saya ini,” imbuhnya.
Puji Kuswati juga tidak pernah tampil menggunakan penutup wajah, seperti ketika dia dan anak-anaknya mengebom Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, Surabaya.
Saat arisan perkumpulan RT setiap bulan, Puji selalu tampil biasa.
“Saya lihat dia pakai penutup wajah hanya sekali. Waktu itu mau Idul Adha.”
“Saya ke rumahnya untuk tanya apakah Pak Dita mau berkurban.”
“Di sana istrinya kelihatan pakai penutup wajah.”
“Mereka rutin kurban setiap tahun,” ujar pria yang sudah 20 tahun menjabat ketua RT itu.
Tidak banyak data detail yang bisa diulik tentang Dita dari Khorihan.
Dita tidak pernah memberi salinan kartu keluarga kepada pengurus RT.
Warga beberapa kali melihat orang berkumpul di rumah Dita.
Orang-orang itu mengendari mobil dan motor.
Khorihan ragu Dita dan keluarga disebut pernah ke Suriah dalam beberapa tahun terakhir.
Sebab, dia hampir tidak pernah meninggalkan salat jemaah di musala setiap hari.
Dita juga tidak pernah minta pengurusan berkas ke RT untuk pergi ke luar negeri.
“Dia pernah tidak jemaah selama dua minggu.”
“Saya dan warga lain sempat datang ke rumahnya. Ternyata dia sedang sakit,” tambahnya.
0 Response to "Punya Usaha Minyak dan Rumah Rp 1,5 M, Inilah Latar Belakang Keluarga Pengebom 3 Gereja Surabaya"
Post a Comment